Review Jurnal Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove di Desa Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti


      Oleh : Suharianto (08161082) 
1.     Ringkasan
Wilayah pesisir biasa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan aktivitas seperti kawasan pertambakan, perikanan, transportasi, pariwisata dan kegiatan lainnya. Banyaknya kegiatan yang dilakukan pada daerah pesisir akan menimbulkan berbagai permasalahan baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan. Salah satu bentuk ekosistem yang memegang peranan penting di kawasan pesisir Indonesia adalah ekosistem mangrove. Hutan mangrove umumnya ditemukan hampir di seluruh wilayah pesisir dan laut Indonesia yang memiliki hubungan langsung terhadap pasang surut air laut di sepanjang pesisir. Hutan mangrove berperan sebagai salah satu penunjang perekonomian masyarakat pesisir. Secara ekologis, hutan mangrove juga memiliki banyak fungsi yaitu sebagai habitat biota laut, perlindungan wilayah pesisir dan pantai, penyerapan karbon, pencegah terjadinya abrasi dari berbagai ancaman sedimentasi, pemecah gelombang, dan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas (Tarigan, 2008).
Kerusakan mangrove dapat dicegah dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam proses rehabilitasi lahan. Adanya kegiatan rehabilitasi akan berdampak langsung pada masyarakat sekitar mangrove. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan kajian melalui komunikasi yang efektif pada masyarakat (Farley et al., 2010). Telah ditemukan permasalahan berupa kerusakan ekosistem Mangrove yang terjadi di Desa Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Dimana kerusakan tersebut ditandai dengan berkurangnya luasan tutupan Mangrove yang dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut.


Gambar 1.1 Penurunan luasan Mangrove Desa Teluk Bitung, Kabupaten Kepulauan Meranti
Vegetasi ekosistem mangrove di Desa Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti  telah mengalami perubahan luasan mangrove berdasarkan pengolahan data citra satelit tahun 2000 hingga 2015. Perubahan kawasan ekosistem mangrove dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman, lahan pertanian dan dibiarkan menjadi kawasan semak belukar. Tahun 2000 total luasan ekosistem mangrove sebesar 299,31 Ha namun luasan ekosistem mangrove ini mengalami penurunan luasan pada tahun 2005 yaitu 54,47 Ha, sedangkan pada tahun 2005-2010 kerusakan ekosistem mangrove tertinggi mencapai 64,96, dan pada tahun 2010–2015. Dimana kerusakan tersebut menimbulkan permasalahan lingkungan yang berimbas pada rusaknya Ekosistem yang ada di kawasan mangrove tersebut.
Dalam Jurnal ini dilakukan analisis mengenai jenis tanaman yang ada di tutupan mangrove di Desa Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti  ini. Dimana dalam hasil analisis tersebut kerapatan mangrove tertinggi terdapat pada Sonneratia alba dengan nilai kerapatan 266,7 pohon/ha kemudian diikuti oleh jenis Avicennia alba dengan nilai kerapatan 213,33 pohon/ha sedangkan untuk kerapatan mangrove terendah terdapat pada Avicennia marina dengan nilai kerapatan 13,33 pohon/ha. Jumlah total kerapatan pohon seluruh jenis mangrove pada area penelitian yaitu sebesar 626,67 pohon/ha. Kriteria baku mutu tingkat kerusakan ekosistem mangrove berdasarkan keputusan menteri tahun 2004 pada tingkat pohon < 1000 maka pada kawasan penelitian termasuk ke dalam kondisi yang jarang atau rusak. Selain itu dilakukan juga analisis korelasi berganda terhadap partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi kawasan mangrove, didapatkan hasil sebesar 0,752. Nilai ini menunjukkan terjadi hubungan  yang kuat antara status sosial, sikap, perencanaan dan peraturan terhadap partisipasi masyarakat.
2.     Isu-Isu yang di Bahas
a.     Mangrove secara luas dan Ekosistem mangrove yang ada di Dunia
Dalam jurnal ini dikemukakan mengenai pengertian manfaat mangrove secara luas, dimana berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Tarigan, 2008 Hutan mangrove berperan sebagai salah satu penunjang perekonomian masyarakat pesisir. Secara ekologis, hutan mangrove juga memiliki banyak fungsi yaitu sebagai habitat biota laut, perlindungan wilayah pesisir dan pantai, penyerapan karbon, pencegah terjadinya abrasi dari berbagai ancaman sedimentasi, pemecah gelombang, dan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas. Selain dilakukan pembahasan mengenai Luas hutan mangrove dunia, dimana berdasar perkiraan yang dilakukan menggunakan Teknologi remote sensing memperkirakan luas hutan mangrove dunia sekitar 18,1 juta ha (Spalding et al., 1997). Total luas mangrove Indonesia sebesar 24% dari luas mangrove dunia. Namun demikian, besarnya total luas mangrove ini berbanding lurus dengan laju deforestrasinya. Hal ini merupakan permasalahan utama rusaknya hutan mangrove yang terjadi pada saat ini. Kondisi kerusakan hutan mangrove di Indonesia dapat dibedakan menjadi hutan mangrove rusak berat mencapai luas 42%, hutan mangrove rusak seluas 29%, hutan mangrove dalam kondisi baik seluas kurang dari 23% dan hutan mangrove dalam kondisi sangat baik hanya seluas 6% dari keseluruhan luas mangrove. Berkurangnya luasan ekosistem mangrove alami terjadi seiring meningkatnya kebutuhan manusia yang mendorong deforestasi hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Wiyono, 2009).
b.     Penurunan luasan Mangrove
Penurunan Luasan Mangrove dapat dilihat dalam gambar yang disajikan sebagai berikut, dimana gambar ini merupakan hasil digitasi penulis pada jurnal Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove di Desa Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti.
Gambar 1.2 Tutupan Lahan Ekosistem Mangrove
Vegetasi ekosistem mangrove di kawasan ini mengalami perubahan luasan mangrove, dimana berdasarkan pengolahan data citra satelit yang dilakukan dari  tahun 2000 hingga 2015. Perubahan kawasan ekosistem mangrove ini diakibatkan oleh alih fungsi lahan menjadi kawasan pemukiman, lahan pertanian dan dibiarkan menjadi kawasan semak belukar. Pada Tahun 2000 luasan total ekosistem mangrove sebesar 299,31 Ha namun mengalami penurunan luasan pada tahun 2005 yaitu 54,47 Ha, sedangkan pada tahun 2005-2010 kerusakan ekosistem mangrove mengalami fase tertinggi yaitu mencapai 64,96, dan pada tahun 2010–2015 mengalami penurunan kerusakan mangrove menjadi 14,53. Perubahan penurunan luasan ekosistem hutan mangrove.
c.     Analisa Tutupan Mangrove
Pada Jurnal ini juga dilakukan analisis tutupan ekosistem mangrove yang dilakukan akibat adanya perubahan luasan pada Vegetasi ekosistem mangrove di Desa Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti. Dalam analisis ini dilakukan pengumpulan data, dimana terdapat dua tipe data yang dikumpulkan yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh  melalui observasi, penyebaran angket, wawancara, pembuatan peta tutupan hutan dan menentukan tingkat kerusakan mangrove berdasarkan kerapatan dan penutupan vegetasi mangrove. Data sekunder diperoleh dari kantor kelurahan terkait dengan monografi desa dan sumber-sumber yang relevan terkait dengan rehabilitasi hutan mangrove. Sampel responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja, anggota yang di temui peneliti dan bersedia untuk dijadikan responden untuk dijadikan sampel atau peneliti memilih orang-orang berada dekat dengan kawasan rehabilitasi mangrove (Siregar, 2013).
Analisis dari data-data primer dan sekunder dilakukan untuk mendapatkan tutupan lahan mangrove yang ada dimana cara menentukan sebaran, luasan dan perubahan tutupan lahan mangrove, diperoleh dengan menganalis tutupan lahan berdasarkan citra komposit warna (RGB 654 Landsat-8 TM tahun 2012 danRGB 543 Landsat 5 tahun 2000-2010) dan klasifikasi tutupan lahan secara manual (digitasi) serta data lapangan. Proses komposit dan penajaman Citra Satelit Landsat 8 TM menggunakan software open source yaitu Spectral Transformer For Landsat 8 (DOS) sedangkan untuk Citra Satelit Landsat 5 TM menggunakan software ArcGIS 10.2.
Dari analisa tersebut menghasilkan tutupan lahan di ekosistem mangrove seperti yang tertera pada gambar 1.2
d.     Analisa Partisipasi Masyarakat terhadap Tumbuhnya Ekosistem Mangrove
Analisa mengenai permasalahan partisipasi masyarakat terhadap tumbunya ekosistem mangrove dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi, dimana Berdasarkan analisis tersebut, didapatkan hasil sebesar 0,752. Nilai ini menunjukkan terjadi hubungan  yang kuat antara status sosial, sikap, perencanaan dan peraturan terhadap partisipasi masyarakat. Menurut Sugiono (2007) jika koefisien korelasi  0,60 – 0,799  maka hubungan antara partisipasi masyarakat terhadap sikap, perencanaan, hubungan dan peraturan memiliki hubungan yang kuat. Dari hasil analisis diatas dirasa sudah ada munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem hutan mangrove sebagai aspek penting pada kawasan pesisir akan berdampak baik bagi keberlangsungan ekosistem mangrove dimasa yang akan datang.

3.     Argumentasi dan Rekomendasi
Lingkungan pesisir memang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kompleks, dimana dalam lingkungan ini terdapat berbagai macam ekosistem seperti terumbu karang, padang lamun, laut dalam dan seperti yang dibahas dalam jurnal ini yaitu Ekosistem Mangrove. Dalam ekosistem mangrove yang diteliti di Desa Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti ini memiliki bermacam-macam permasalahan seperti diantaranya turunnya luasan hutan mangrove dari tahun ke tahun. Menurut penulis kritik permasalahan ini memang banyak terjadi di ekosistem-ekosistem mangrove lain yang ada di dunia. Permasalahan turunnya luasan ekosistem sering disebabkan oleh ulah manusia yang melakukan eksploitasi lahan secara besar-besaran sehingga merusak ekosistem yang ada. Selain itu faktor alam seperti cuaca dan iklim juga mempengaruhi tumbuh kembang dari Ekosistem Mangrove.
Dalam rangka menjaga keberlangsungan kehidupan ekosistem hutan mangrove perlu dilakukan dengan cara yang merangkul seluruh elemen masyarakat, dimana cara tersebut dapat berupa :
1.     Melakukan sosialisasi terkait menciptakan ekosistem mangrove yang berkelanjutan dengan memanfaatkanya sebagai kawasan wisata alam.
2.     Melakukan pembangunan kawasan mangrove terpadu yang didalamnya terdapat fasilitas pendidikan seperti edukasi menanam bibit mangrove
3.     Membangun fasilitas-fasilitas pelestarian seperti balai konservasi yang melakukan konservasi terhadap aneka ragam ekosistem yang ada di kawasan pesisir
4.     Membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan pemeliharaan mangrove dengan menjaga kebersihan lingkungan
5.     Menetapkan kawasan lindung yang benar-benar tertutup oleh masyarakat sehingga menciptakan kawasan mangrove yang asri dengan tujuan agar flora dan fauna didalamnnya terlindungi.
Daftar Pustaka
Gunawan Haris, Isda Mayta Novaliza, Umayah Sari *, “Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove di Desa Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti”, 2016, Universitas Riau, Pekanbaru  (Di akses online pada tanggal 14-10-2018)

Tidak ada komentar:

DEA CAHYA EDINITA. Diberdayakan oleh Blogger.